Thursday, October 1, 2015

5 kontroversi DPR dalam setahun


Seorang anggota Komisi X DPR tertidur saat rapat kerja Komisi X DPR dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (2/9).
Seorang anggota Komisi X DPR tertidur saat rapat kerja Komisi X DPR dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (2/9).

Dewan Perwakilan Raykat telah memasuki usia satu tahun tepat pada Kamis (1/10) ini. Pada, 1 Oktober 2014, ada 555 orang dilantik dan bersumpah sebagai wakil rakyat masa bakti 2014-2019.

Sekitar 57 persen dari anggota DPR yang dilantik itu merupakan wajah baru. Setahun dilantik, masyarakat tetap mencibir perilaku anggota dewan. Seperti dilansir Detik.com, Ketua fraksi NasDem, Victor Laiskodat mengatakan rakyat belum menaruh rasa hormat karena kerja anggota DPR dianggap belum memuaskan. "Kami di rapat dipanggil yang terhormat, tapi itu hanya simbol belaka," kata Victor

Berbeda dengan Victor, Ketua DPR RI Setya Novanto merasa puas dengan kinerja DPR selama satu tahun ini. "Dalam satu tahun ini kan DPR sudah melakukan kerja keras dan tentu saya terima kasih ke anggota DPR, telah berkorban untuk bangsa dan negara," kata Novanto melalui Kompas.com.

DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Peneliti senior Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Tomy Legowo mengatakan, DPR tidak maksimal melakukan fungsi legislasi membuat undang-undang.

Sejak masa sidang II, DPR hanya mampu merampungan dua UU, yakni UU Pilkada dan UU tentang Pemda. Padahal, dalam Prolegnas 2015, ada 37 rancangan UU yang ditargetkan selama tahun ini.

Berikut sorotan terhadap anggota DPR selama setahun, dari insiden palu Ceu Popong hingga pertemuan Ketua DPR Setya Novanto dengan Donald Trump :



1. Insiden palu Ceu Popong

Hanya beberapa jam setelah dilantik, anggota DPR sudah menjadi sorotan karena kericuhannya. Rapat paripurna pada 1 Oktober 2014 itu memiliki dua agenda, yaitu pengucapan sumpah dan pemilihan pimpinan DPR.

Popong Otje Djundjunan dan Ade Rezki Pratama sebagai anggota tertua dan termuda memimpin rapat dengan agenda pemilihan pimpinan DPR. Sidang paripurna memanas dan dihujani interupsi. Sejumlah anggota dewan mengerubungi pimpinan sidang.

Di sinilah insiden hilangnya palu Ceu Popong. "Paluna euweuh (palunya tidak ada)," teriak Popong. Ia kemudian dievakuasi ke luar ruangan siding.

Sidang yang ditayangkan langsung di sejumlah stasiun televisi itu ramai diperbincangkan di social media. Tagar #saveceupopong bahkan menjadi topik paling popular dunia di Twitter.

Rapat yang berakhir menjelang subuh itu menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Gokar), serta empat Wakil Ketua DPR, yaitu Fadli Zon (Gerindra), Agus Hermano (Demokrat), Fahri Hamzah (PKS), dan Taufik Kurniawan (PAN).



2. Pimpinan DPR tandingan

Awal masa kerja anggota DPR sarat dengan aroma "perseteruan" sebagai buntut pemilihan presiden. Di Senayan pun ada dua kubu, yaitu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden dan Koalisi Merah Putih (KMP) yang mengusung Prabowo-Hatta.

Koalisi Merah Putih menang suara di parlemen sehingga menguasai kursi pimpinan. Koalisi Indonesia Hebat lalu menyusun pimpinan DPR tandingan yang terdiri dari Pramono Anung dari PDIP sebagai ketua DPR, dan empat wakil ketua masing-masing Abdul Kadir Karding (PKB), Syaifullah Tamliha (PPP), Patrice Rio Capella (Nasdem), dan Dosi Iskandar (Hanura).

Perseteruan di Senayan itu berlangsung selama sebulan. Kesepakatan damai terjadi pada 17 November 2014. DPR membuat acara syukuran ditandai dengan pemotongan tumpeng, sekaligus menandai islah Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat pada 5 Desember 2014.



3. Reses dan dana aspirasi

Reses adalah masa ketika anggota DPR melakukan kegiatan di luar, misalnya kunjungan kerja perorangan maupun berkelompok. Setiap anggota dewan mendapatkan dana sebesar Rp150 juta per masa reses, dan tunjangan komunikasi sebesar Rp14 juta per bulan. Untuk tahun 2015, DPR dijadwalkan melalui lima kali masa reses.

Dana reses dan kegiatan selama masa itu tak mensyaratkan adanya pertanggungjawaban. Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Surahman Hidayat mengatakan kode etik DPR tidak mengatur laporan pertanggungjawaban reses secara spesifik, karena laporan reses lebih bersifat administratif. Terlebih, laporan tersebut disampaikan melaui fraksi masing-masing.

Dana reses itu rupanya dinilai belum cukup bagi anggota dewan. Badan Anggaran DPR meminta dana aspirasi daerah pemilihan dinaikkan hingga Rp 15 miliar sampai Rp 20 miliar setiap anggota DPR per tahun. Rapat paripurna DPR, pada Selasa, (23/06), mengesahkan Peraturan DPR tentang tata cara pengusulan pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi.

Dikutip Kompas.com, anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo, mengatakan, dana aspirasi yang diminta sebesar Rp 20 miliar untuk setiap anggota DPR per tahun lantaran dana reses yang diterima setiap anggota tidak mencukupi. Dana sebesar Rp 150 juta per masa reses dinilai tak mampu membiayai setiap usulan masyarakat di daerah pemilihan.



4. Kenaikan tunjangan

Di tengah lesunya perekonomian, DPR justru mengusulkan kenaikan tunjangan pada awal September lalu. Permintaan itu tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.

Tunjangan yang diusulkan naik meliputi tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran hingga bantuan langganan listrik dan telepon.

Anggota BURT, Irma Suryani, seperti dikutip Kompas, mengatakan kenaikan tunjangan dibutuhkan karena inflasi yang terjadi setiap tahun. Selain itu, kata dia, sudah 10 tahun ini tunjangan anggota DPR tak pernah naik.

Kementerian Keuangan telah menyetujui kenaikan anggaran tersebut meski angkanya di bawah usulan DPR melalui surat No S-520/MK.02/2015 tertanggal 9 Juli 2015.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bahwa keputusan kenaikan tunjangan tersebut dapat dibatalkan DPR. Dikutip Tribunnews.com, Dewan Perwakilan Rakyat melempar bola kembali kepada pemerintah terkait dengan kenaikan tunjangan dewan.



5. Kunjungan luar negeri

Kunjungan anggota DPR ke luar negeri seringkali mengundang keriuhan yang kebanyakan berisi cibiran dari tahun ke tahun. Dilansir BBCIndonesia, studi banding DPR ke Inggris yang menghabiskan habiskan miliaran rupiah menjadi perbincangan pada awal September lalu.

Kunjungan anggota DPR ke luar negeri kembali menjadi sorotan ketika Ketua DPR Setya Novanto, Wakil Ketua Fadli Zon dan rombongannya ke Amerika Serikat 31 Agustus hingga 12 September. Anggaran 9 orang ke Amerika selama 12 itu menghabiskan dana paling sedikit Rp 4 miliar.

Kecaman kian deras mengalir ketika Setya dan Fadli foto bersama Donald Trump yang sedang kampanye menjadi kandidat presiden dari partai Republik. Tak lama berselang, Setya dan Fadli berangkat ke Arab Saudi.

Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai kinerja DPR terhambat dalam beberapa waktu terakhir. Hal tersebut disebabkan karena seringnya pimpinan DPR bepergian ke luar negeri. "Pimpinan DPR sering keluar negeri, membuat kinerja DPR itu memble. Jadi kalau dimarahi rakyat, wajar-wajar saja," kata Masinton melalui Kompas.com.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : 5 kontroversi DPR dalam setahun

0 comments:

Post a Comment