
Pada awal pekan ini, Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta berencana membuat aturan berupa peraturan gubernur (pergub) mengenai peredaran anjing konsumsi di kawasan Ibu Kota. Dalihnya, puluhan ribu anjing konsumsi masuk ke Jakarta tanpa keterangan jelas.
"Sebanyak 40.000 anjing per hari...masuk ke Jakarta. Kami sangat memperhatikan ini karena sejak 2004 Jakarta sudah bebas rabies," kata Kepala Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (DKPKP) Pemprov DKI Jakarta, Darjamuni, seperti dikutip Kompas.com.
Rencana itu mendapatkan dukungan dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M. Taufik. "Saya kira perlu Pergub itu untuk melindungi publik. Selama ini peredaran daging anjing memang luput dari perhatian," ujarnya.
Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti, berkeberatan dengan agenda itu. Menurutnya, peraturan gubernur mengenai perdagangan daging anjing tidak mendesak.
"Perdagangan dan konsumen daging anjing juga tidak masif. Jadi pergub penjualan daging anjing tidak diperlukan dalam situasi sekarang," ujarnya seperti dikutip Viva.co.id.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), di sisi lain, lebih mengomentari urusan pengelolaan daging yang lebih ketat. "Jangan sampai daging anjing tercampur dengan makanan yang banyak dikonsumsi oleh umat muslim. Itu yang paling penting, jangan tercampur dengan makanan halal," kata Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis.
Berselang dua hari setelah wacana DKPKP beredar, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, atau biasa disapa Ahok, menegaskan bahwa Pergub termaksud tidak diperlukan.
"Enggak perlu ada Pergub. Jadi, kalau masing-masing hewan harus dikasih Pergub, capek saya," ujarnya seperti dikutip CNN Indonesia.
Dalam wacana yang dilontarkan pemerintah provinsi DKI Jakarta, kualitas daging--yakni yang bebas rabies--menjadi garis bawah. Sebagaimana yang pernah diuraikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Departemen Kesehatan Amerika Serikat, peredaran daging anjing konsumsi yang tidak dikenai regulasi dapat mengganjal upaya pengendalian rabies.
CDC mencontohkan Vietnam, negara yang tingkat kematian penduduk per tahun akibat rabies mencapai 100 orang. Pada 2014, Departemen Kesehatan Hewan Vietnam menggulirkan aturan bagi pemerintah daerah untuk menangani perdagangan daging anjing konsumsi secara gelap guna mengurangi risiko penyebaran rabies.
Pada laporan ACPA, aliansi perlindungan anjing di Asia, yang dilansir 2013, tersebut bahwa wabah rabies yang terjadi di Jawa Tengah beberapa tahun sebelumnya dihubungkan dengan perdagangan anjing konsumsi dari Jawa Barat.
Indonesia menjadi salah satu negara ASEAN yang mendeklarasikan untuk bebas rabies pada tahun 2020 pada Pertemuan Menteri Pertanian dan Kehutanan ke-34 pada 27 September 2012 di Vientiane, Laos.
Namun, hingga saat ini, rabies di tanah air masih menjadi masalah. Pasalnya, 24 dari 34 provinsi masih berstatus endemis rabies (kejadian penyakit rabies masih tinggi).
Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Indonesia dalam laporannya yang berjudul "Situasi dan Analisis Rabies" pada 2014, kasus rabies di Indonesia mencapai 168 per tahun, di bawah India (20.000 kasus), Vietnam (9000 kasus), dan Cina (2.500 kasus).
DKI Jakarta adalah salah satu dari 10 provinsi lain seperti Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua Barat, Papua, dan Kalimantan Barat yang telah dinyatakan bebas dari rabies.
Beritagar belum sanggup memverifikasi data yang diungkapkan oleh Darjamuni di atas mengenai jumlah anjing konsumsi per hari yang masuk ke Jakarta. Namun, menurut laman Daily Mail, Inggris, merujuk Jakarta Animal Aid Network, sekitar 200.000 anjing dan kucing per tahun menjadi sembelihan.
Sebagai tambahan, sejumlah daerah seperti Solo, Sulawesi Utara, atau Sumatera Utara, bahkan Jakarta, memang sudah lama punya kebiasaan makan daging anjing.
Sebagai ilustrasi, Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengaku pernah menyantap daging anjing saat masih tinggal di Indonesia. "Bersama Lolo (Soetoro--ayah tiri Obama, red.) saya belajar makan cabe rawit mentah...dan mengenal daging anjing, daging ular, dan belalang panggang."
Kembali kepada rekomendasi CDC, regulasi bagi anjing yang dimaksudkan untuk konsumsi diharapkan dapat memungkinkan penanganan lebih wajar bagi anjing-anjing itu, termasuk dari aspek kesehatan.
Daging anjing konsumsi diharapkan terstandarisasi, tersertifikasi, dan teregistrasi. Dengan demikian, risiko penularan penyakit dari produk tersebut akan terminimalisasi.
Undang-undang No.18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sesungguhnya telah mengatur penyelenggaraan "kesehatan hewan yang melindungi kesehatan manusia dan hewan beserta ekosistemnya sebagai prasyarat terselenggaranya peternakan yang maju, berdaya saing, dan berkelanjutan serta penyediaan pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal sehingga perlu didayagunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat."
Dan, sebagai informasi, urusan "halal" dalam UU tersebut pernah menjadi objek gugatan uji material pada 2011--Pasal 58 ayat 4. Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan pemohon. Daging anjing dan babi, tak perlu mendapat label halal.
0 comments:
Post a Comment